
Kopi klotok Jogja bisa dibilang begitu populer, hampir tiap sudut di seputaran kota ini sangat familiar tentang usaha warung kopi klotok dan khas menyajikan kopi secara tradisional.
Kopi klotok adalah sajian kopi yang melibatkan proses memanggang dan merebus, bubuk kopi dimasukkan ke panci dan dimasak di tungku arang. Istilah kopi klotok sendiri merupakan serapan dari prosesnya dan juga dari bahasa jawa nglothok (mengelupas). Bahkan di daerah yang berbeda, arti kata klotok juga memiliki makna lain, malahan beberapa daerah juga menggunakan nama klotok sebagai nama desa, nama gunung dan sebagainya. Dari istilah kata klotok saja sudah begitu menyiratkan makna, bagaimana dengan kopi klotoknya pasti juga menyimpan banyak cerita.
Jika menilik penerapan metode seduh tradisional ini, kopi klotok hampir mirip dengan metode seduh yang punya sejarah panjang, yaitu ibrik kopi turki. Panci berukuran kecil untuk merebus bubuk kopi, ke wadah pasir panas dan beberapa terapannya juga menggunakan arang. Panci kecil ini juga hanya dikhususkan untuk menyajikan 1 atau 2 sajian kopi turki. Metode penyajian kopi turki mungkin terbilang cara seduh bersejarah, namun pun demikian cara seduh kopi tradisional Indonesia juga memiliki keunikan tersendiri. Seperti cara seduh kopi tubruk, kopi jos, kopi kop, dan banyak lagi yang salah satunya juga adalah kopi klotok ini.
Rekomendasi Biji Kopi untuk Kopi Klotok
Melihat dari penyajiannya, kopi klotok mempersilahkan penikmatnya untuk merasakan pengalaman ketika menambahkan apa pun atau dengan cara apa pun yang mereka sukai ketika meminumnya. Sangat disarankan untuk menggunakan biji kopi dengan karakter kuat tapi tetap memiliki elegansi rasa sehingga tetap berkesan istimewa ketika penikmat kopi klotok mencoba bereksperimen.
- House Blend untuk memaksimalkan pengalaman penikmat kopi klotok ketika bereksperiman menikmati tiap seruputnya
- Espresso Blend seringnya diperuntukkan pada sajian espresso, untuk kopi klotok juga sesuai
- Single Origin dengan karakter body yang dominan agar mengimbangi kebiasaan penikmat kopi klotok
Bagaimana menurut kamu tentang kopi klotok, apakah kamu pernah mencobanya sendiri di rumah?
Karakter kopi klotok ini sendiri cenderung kuat dan kental, sangat menarik ketika disajikan pada gelas bergaya klasik lengkap dengan piring kecil alas cangkir. Setelah kopi klotok tersaji, cara menikmatinya tergantung selera dari penikmat kopi klotok, ada yang menambahkannya lagi dengan gula, ada yang menyeruputnya dari sendok bahkan ada yang dari piring alas cangkirnya. Jika kamu berkesempatan untuk mencoba kopi klotok di daerah asalnya, cara seperti apa yang sesuai untuk kamu menikmatinya?
Lokasi Kopi Klotok Jogja tidak strategis, terlalu utara
Bagi saya yang tinggal di Jalan Kaliurang, lokasi Kopi Klotok Jogja sebenarnya cukup dekat. Saya bisa mencapai lokasi tersebut cukup dengan berkendara beberapa menit. Lokasi juga mudah dan memungkinkan dijangkau dengan transportasi umum.
Akan tetapi, bagi teman-teman asli Jogja lainnya, lokasi Kopi Klotok Jogja sebenarnya kurang strategis. Terlalu utara, begitu katanya. Sebagai gambaran, setidaknya kalian perlu menempuh perjalanan sekitar 45 menit atau lebih dari 16 km ke sisi utara dari Jalan Malioboro. Jarak itu harus ditempuh dengan penuh kesabaran karena jalan yang dilewati kebanyakan jalanan sibuk.
Saya selalu heran dengan orang yang rela antre panjang demi sebuah hidangan. Itu mengapa saya tidak pernah terbiasa melihat antrean mengular di Kopi Klotok Jogja. Apa yang dicari sih? Begitu batin saya dalam hati.
Akan tetapi, setelah dipikir-pikir lagi, saya rasa pertanyaan tadi kurang bijak. Sebagian besar pengunjung Kopi Klotok dari luar kota. Bisa jadi, di daerah mereka, tidak ada konsep tempat makan seperti Kopi Klotok. Pengunjung bisa mencicipi makanan rumahan sambil memandangi sawah. Belum lagi harganya yang kelewat ramah di kantong.
Pengalaman itu yang mungkin dicari banyak pengunjung hingga rela antre panjang. Itu mengapa, walau suka terheran-heran dengan antrean di sana, saya selalu berusaha memahami alasan di baliknya. Persoalan yang datang kemudian, tidak sedikit kawan-kawan saya dari luar Johja yang mengajak saya makan di Kopi Klotok. Di situlah pergulatan batin dimulai.
Saya paham, kawan saya ingin memiliki pengalaman kuliner baru. Di sisi lain, saya sangat malas pergi ke sana. Saya coba tanya ke beberapa teman yang asli Jogja, ternyata sebagian besar dari mereka hampir tidak pernah mampir ke Kopi Klotok atas keinginan sendiri. Nasibnya persis seperti saya, terpaksa menemani saudara atau teman yang tengah berwisata. Ada beberapa alasan yang membuat kami orang asli Jogja malas ke sana.
Mulai banyak konsep rumah makan serupa
Selain menu rumahan yang menggoyang lidah, konsep rumah makan yang ndeso ternyata menarik minat banyak orang. Khususnya, wisatawan yang berasal dari kota-kota besar. Ya kapan lagi orang kota bisa kulineran sambil memandangi sawah dan diingiri suara gemericik air kali, cuma di Kopi Klotok Jogja.
Sepertinya, konsep seperti itu mulai ditiru oleh banyak rumah makan lain. Saat ini entah ada berapa banyak rumah makan dengan konsep serupa. Lokasinya pun tersebar, tidak hanya di Jogja sisi utara, tapi juga di sisi-sisi lain.
Itu mengapa, kebanyak orang Jogja memilih rumah makan dengan konsep ndeso yang paling mudah dijangkau. Selain jaraknya lebih dekat, kebanyakan dari rumah makan itu tidak punya antrean mengular. Ya, walau memang, dari sisi menu dan rasa makanannya berbeda atau punya ciri khas masing-masing.
Antrean terlalu panjang
Orang Jogja memang terkenal sabar, tapi bukan berarti semuanya rela sabar mengantre di Kopi Klotok Jogja. Apalagi orang Jogja seperti saya yang mageran. Saya sudah capek duluan membayangkan mengantre panjang demi sebuah hidangan. Bayangan itulah yang membuat saya hanya pernah beberapa kali makan di sana.
Di sisi lain, selalu ada suara hati yang bilang ke saya, “Kopi Klotok itu dekat, mampir kalau pas sepi saja.” Aneh memang, semakin mudah dan dekat lokasinya, kadang malah semakin malas mengunjunginya. Saya yakin ada banyak kesempatan lain untuk mampir ke sana.
Sebenarnya kerepotan yang dihadapi sebelum ke Kopi Klotok Jogja pasti terobati ketika mencicipi panganan di sana. Terutama ketika ngemil pisang goreng panas sambil sesekali menyesap segelas kopi panas. Sayangnya, bagi orang asli Jogja, apalagi yang mager seperti saya, rasa-rasanya sudah tidak punya energi lagi untuk melewati kerepotan-kerepotan itu.
Written by ike marta dityas